Jakarta (ANTARA News) – Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Atas (SMA) Ditjen Dikdasmen Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Purwadi, mengatakan pelajaran informatika yang akan kembali diajarkan di
sekolah akan mengajarkan siswa bagaimana berpikir komputasi.
“Jadi mulai tahun pelajaran 2019/2020, informatika kembali diajarkan di sekolah. Tetapi tidak diajarkan
mengenai Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), tetapi cara berpikir komputasi,” ujar Purwadi dalam acara
peluncuran aplikasi AkuPintar di Jakarta, Kamis.
Purwadi menjelaskan jika pelajaran TIK, siswa diajarkan bagaimana mengoperasi Microsoft Word ataupun
Microsoft Excel, namun dengan adanya pelajaran informatika siswa diajarkan untuk mempelajari
pemograman, algorithma, ataupun robotik pada tingkat yang lebih lanjut. Berpikir komputasi merupakan
metode pemecahan masalah dengan melibatkan teknik yang digunakan oleh ahli perangkat lunak dalam
menulis program.
“Informatika menjawab tantangan di era globalisasi seperti saat ini,” kata dia lagi.
Menurut dia, untuk menjawab tantangan zaman maka kurikulum harus disesuaikan. Hal itu telah dilakukan
Kemendikbud dengan adanya Kurikulum 2013 yang saat ini sudah diterapkan di sekolah-sekolah yang ada di
Tanah Air.
“Jadi dengan kurikulum 2013, siswa dididik sesuai dengan bakat yang dimilikinya,” kata dia lagi.
Purwadi menyampaikan bahwa dampak Revolusi Industri 4.0 membawa tantangan bagi sistem pendidikan
Indonesia dengan adanya perubahan paradigma pola pikir, pola rasa, dan pola tindak dalam berkomunikasi,
bekerja, belajar, dan gaya hidup sampai budaya.
“Tantangan terjawab dengan diluncurkannya aplikasi AkuPintar yang mampu menjawab tantangan dan
permasalahan bagi para siswa yang ragu dalam menentukan jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya,”
kata Purwadi lagi.
Menurut hasil penelitian Indonesia Career Center Network (ICCN) tahun 2017, sebanyak 87 persen mahasiswa
Indonesia mengakui bahwa jurusan yang diambil tidak sesuai dengan minatnya dan 71,7 persen pekerja,
memiliki profesi yang tidak sesuai dengan pendidikannya.
“Siswa yang salah memilih jurusan kuliah akan berdampak pada ketidakmaksimalan dalam pekerjaan atau
profesi yang akan digeluti sehingga yang bersangkutan tidak dapat berprestasi dan kemampuan maupun
ketrampilan yang dimiliki tidak berkembang dengan baik. Namun sebaliknya jika seseorang bekerja pada
bidang yang diminati atau disukai, pastinya akan lebih mencintai dan bahagia dalam menjalankan
pekerjaannya. Dampak selanjutnya, yang bersangkutan akan bekerja lebih giat dan punya rasa tanggung jawab
yang tinggi,” kata pemerhati pendidikan Yohana Elizabeth Hardjadinata.
sumber : antara